Skala
Pengukuran
a. Data
nominal
Sebelum kita membicarakan bagaimana alat analisis data digunakan, berikut ini
akan diberikan ulasan tentang bagaimana sebenarnya data nominal yang sering
digunakan dalam statistik nonparametrik bagi mahasiswa. Menuruti Moh. Nazir,
data nominal adalah ukuran yang paling sederhana, dimana angka yang diberikan
kepada objek mempunyai arti sebagai label saja, dan tidak menunjukkan tingkatan
apapun. Ciri-ciri data nominal adalah hanya memiliki atribut, atau nama, atau
diskrit. Data nominal merupakan data diskrit dan tidak memiliki urutan. Bila
objek dikelompokkan ke dalam set-set, dan kepada semua anggota set diberikan
angka, set-set tersebut tidak boleh tumpang tindih dan bersisa. Misalnya
tentang jenis olah raga yakni tenis, basket dan renang. Kemudian masing-masing
anggota set di atas kita berikan angka, misalnya tenis (1), basket (2) dan
renang (3). Jelas kelihatan bahwa angka yang diberikan tidak menunjukkan bahwa
tingkat olah raga basket lebih tinggi dari tenis ataupun tingkat renang lebih
tinggi dari tenis. Angka tersebut tidak memberikan arti apa-apa jika
ditambahkan. Angka yang diberikan hanya berfungsi sebagai label saja. Begitu
juga tentang suku, yakni Dayak, Bugis dan Badui. Tentang partai, misalnya
Partai Bulan, Partai Bintang dan Partai Matahari. Masing-masing kategori tidak
dinyatakan lebih tinggi dari atribut (nama) yang lain. Seseorang yang pergi ke
Jakarta, tidak akan pernah mengatakan dua setengah kali, atau tiga seperempat
kali. Tetapi akan mengatakan dua kali, lima kali, atau tujuh kali. Begitu juga
tentang ukuran jumlah anak dalam suatu keluarga. Numerik yang dihasilkan akan
selalu berbentuk bilangan bulat, demikian seterusnya. Tidak akan pernah ada
bilangan pecahan. Data nominal ini diperoleh dari hasil pengukuran dengan skala
nominal. Menuruti Sugiono, alat analisis (uji hipotesis asosiatif) statistik
nonparametrik yang digunakan untuk data nominal adalah Coefisien Contingensi.
Akan tetapi karena pengujian hipotesis Coefisien Contingensi memerlukan rumus
Chi Square (χ2), perhitungannya dilakukan setelah kita menghitung Chi Square.
Penggunaan model statistik nonparametrik selain Coefisien Contingensi tidak
lazim dilakukan.
b. Data ordinal
Bagian lain dari data yang sering digunakan dalam statistik nonparametrik
adalah data ordinal. Data ini, selain memiliki nama (atribut), juga memiliki
peringkat atau urutan. Angka yang diberikan mengandung tingkatan. Ia digunakan
untuk mengurutkan objek dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi, atau
sebaliknya. Ukuran ini tidak memberikan nilai absolut terhadap objek, tetapi
hanya memberikan peringkat saja. Jika kita memiliki sebuah set objek yang
dinomori, dari 1 sampai n, misalnya peringkat 1, 2, 3, 4, 5 dan seterusnya,
bila dinyatakan dalam skala, maka jarak antara data yang satu dengan lainnya
tidak sama. Ia akan memiliki urutan mulai dari yang paling tinggi sampai paling
rendah. Atau paling baik sampai ke yang paling buruk. Misalnya dalam skala
Likert (Moh Nazir), mulai dari sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju
sampai sangat tidak setuju. Atau jawaban pertanyaan tentang kecenderungan
masyarakat untuk menghadiri rapat umum pemilihan kepala daerah, mulai dari
tidak pernah absen menghadiri, dengan kode 5, kadang-kadang saja menghadiri,
dengan kode 4, kurang menghadiri, dengan kode 3, tidak pernah menghadiri,
dengan kode 2 sampai tidak ingin menghadiri sama sekali, dengan kode 1. Dari
hasil pengukuran dengan menggunakan skala ordinal ini akan diperoleh data
ordinal. Alat analisis (uji hipotesis asosiatif) statistik nonparametrik yang
lazim digunakan untuk data ordinal adalah Spearman Rank Correlation dan Kendall
Tau.
c. Data interval
Pemberian angka kepada set dari objek yang mempunyai sifat-sifat ukuran ordinal
dan ditambah satu sifat lain, yakni jarak yang sama pada pengukuran dinamakan
data interval. Data ini memperlihatkan jarak yang sama dari ciri atau sifat
objek yang diukur. Akan tetapi ukuran interval tidak memberikan jumlah absolut
dari objek yang diukur. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan
skala interval dinamakan data interval. Misalnya tentang nilai ujian 4 orang
mahasiswa, yakni A, B, C, dan D diukur dengan ukuran interval pada skala
prestasi dengan ukuran 1, 2, 3, dan 4, maka dapat dikatakan bahwa beda prestasi
antara mahasiswa C dan A adalah 3 – 1 = 2. Beda prestasi antara mahasiswa D dan
B adalah 4 – 2 = 2. Akan tetapi tidak bisa dikatakan bahwa prestasi mahasiswa D
adalah 2 kali prestasi mahasiswa B ataupun prestasi mahasiswa D adalah 4 kali
lebih baik dari prestasi mahasiswa A. Selain itu ukuran interval juga tidak
memiliki nilai nol mutlak, seperti halnya suhu dalam skala termometer. Dari
hasil pengukuran dengan menggunakan skala interval ini akan diperoleh data
interval. Alat analisis (uji hipotesis asosiatif) statistik parametrik yang
lazim digunakan untuk data interval ini adalah Pearson Korelasi Product Moment,
Partial Correlation, Multiple Correlation, Partial Regression, dan Multiple
Regression.
d. Data rasio
Ukuran yang meliputi semua ukuran di atas ditambah dengan satu sifat yang lain,
yakni ukuran yang memberikan keterangan tentang nilai absolut dari objek yang
diukur dinamakan ukuran rasio (data rasio). Data rasio, yang diperoleh melalui
mengukuran dengan skala rasio memiliki titik nol. Karenanya, interval jarak
tidak dinyatakan dengan beda angka rata-rata satu kelompok dibandingkan dengan
titik nol di atas. Oleh karena ada titik nol, maka data rasio dapat dibuat
perkalian ataupun pembagian. Angka pada data rasio dapat menunjukkan nilai
sebenarnya dari objek yang diukur. Jika ada 4 orang pengemudi, A, B, C dan D
mempunyai pendapatan masing-masing perhari Rp. 10.000, Rp.30.000, Rp. 40.000
dan Rp. 50.000. Bila dilihat dengan ukuran rasio maka pendapatan pengemudi C
adalah 4 kali pendapatan pengemudi A. Pendapatan pengemudi D adalah 5 kali
pendapatan pengemudi A. Pendapatan pengemudi C adalah 4/3 kali pendapatan
pengemudi B. Dengan kata lain, rasio antara pengemudi C dan A adalah 4 : 1,
rasio antara pengemudi D dan A adalah 5 : 1, sedangkan rasio antara pengemudi C
dan B adalah 4 : 3. Interval pendapatan pengemudi A dan C adalah 30.000, dan
pendapatan pengemudi C adalah 4 kali pendapatan pengemudi A. Contoh data rasio
lainnya adalah berat badan bayi yang diukur dengan skala rasio. Bayi A memiliki
berat 3 Kg. Bayi B memiliki berat 2 Kg dan bayi C memiliki berat 1 Kg. Jika
diukur dengan skala rasio, maka bayi A memiliki rasio berat badan 3 kali dari
berat badan bayi C. Bayi B memiliki rasio berat badan dua kali dari berat badan
bayi C, dan bayi C memiliki rasio berat badan sepertiga kali berat badan bayi
A, dst. Dari hasil pengukuran dengan menggunakan skala rasio ini akan diperoleh
data rasio. Alat analisis (uji hipotesis asosiatif) yang digunakan adalah
statistik parametrik dan yang lazim digunakan untuk data ratio ini adalah
Pearson Korelasi Product Moment, Partial Correlation, Multiple Correlation,
Partial Regression, dan Multiple Regression.
Sesuai dengan ulasan jenis pengukuran yang digunakan, maka variabel penelitian
lazimnya bisa di bagi menjadi 4 jenis variabel, yakni variabel nominal,
variabel ordinal, variabel interval, dan variabel ratio. Variabel nominal,
yaitu variabel yang dikategorikan secara diskrit dan saling terpisah satu sama
lain, misalnya status perkawinan, jenis kelamin, suku bangsa, profesi pekerjaan
seseorang dan sebagainya. Variabel ordinal adalah variabel yang disusun atas
dasar peringkat, seperti motivasi seseorang untuk bekerja, peringkat perlombaan
catur, peringkat tingkat kesukaran suatu pekerjaan dan lain-lain. Variabel
interval adalah variabel yang diukur dengan ukuran interval seperti indek
prestasi mahasiswa, skala termometer dan sebagainya, sedangkan variabel rasio
adalah variabel yang disusun dengan ukuran ratio seperti tingkat penganggguran,
penghasilan, berat badan, dan sebagainya.
e. Konversi variabel ordinal
Adakalanya kita tidak ingin menguji hipotesis dengan alat uji hipotesis
statistik nonparametrik dengan berbagai pertimbangan, baik dari segi biaya,
waktu maupun dasar teori. Misalnya kita ingin melakukan uji statistik
parametrik Pearson Korelasi Product Moment, Partial Correlation, Multiple
Correlation, Partial Regresion dan Multiple Regression, padahal data yang kita
miliki adalah hasil pengukuran dengan skala ordinal, sedangkan persyaratan
penggunaan statistik parametrik adalah selain data harus berbentuk interval
atau ratio, data harus memiliki distribusi normal. Jika kita tidak ingin
melakukan uji normalitas karena data yang kita miliki adalah data ordinal, hal
itu bisa saja kita lakukan dengan cara menaikkan data dari pengukuran skala
ordinal menjadi data dalam skala interval dengan metode Suksesive Interval..
Menuruti Al-Rasyid, menaikkan data dari skala ordinal menjadi skala interval
dinamakan transformasi data. Transformasi data itu dilakukan diantaranya adalah
dengan menggunakan Metode Suksesive Interval (MSI). Tujuan dari dilakukannya
transformasi data adalah untuk menaikkan data dari skala pengukuran ordinal
menjadi skala dengan pengukuran interval yang lazim digunakan bagi kepentingan
analisis statistik parametrik. Transformasi data ordinal menjadi interval itu,
selain merupakan suatu kelaziman, juga untuk mengubah data agar memiliki
sebaran normal. Artinya, setelah dilakukan transformasi data dari ordinal
menjadi interval, penggunaan model dalam suatu penelitian tidak perlu melakukan
uji normalitas. Karena salah satu syarat penggunaan statistik parametrik,
selain data harus memiliki skala interval (dan ratio), data juga harus memiliki
distribusi (sebaran) normal. Dengan dilakukannya transformasi data, diharapkan
data ordinal sudah menjadi data interval dan memiliki sebaran normal yang
langsung bisa dilakukan analisis dengan statistik parametrik. Berbeda dengan
ststistik nonparametrik, ia hanya digunakan untuk mengukur distribusi. (Ronald
E. Walpole).
Dilihat dari
bentuk instrument dan pernyataan yang dkembangkan dalam instrument, maka kite
mengenal berbagai bentuk skala yang dapat digunakan dalam pengukuran bidang
pendidikan, yaitu: skala Likert, skala Guttman, semantic Differensial, Rating
scale, dan skala Thurstone. Berikut akan dijelaskan secara ringkas
masing-masing bentuk skala pengukuran dalam penenitian.
1. Skala Likert
Skala Likert
adalah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang mengenai suatu gejala atau fenomena
pendidikan. Dalam skala Likert terdapat dua bentuk pernyataan yaitu pernyataan
positif yang berfungsi untuk mengukur sikap positif, dan pernyataan negative
yang berfungsi untuk mengukur sikap negative objek sikap.
Skor pernyataan positif dimulai dari 1 untuk sangat tidak setuju (STS), 2 untuk
tidak setuju (TS), 3 untuk ragu-ragu (R), 4 untuk setuju (S), dan 5 untuk
sangat setuju (SS). Skor pernyataan negative dimulai dari 1 untuk sangat setuju
(SS), 2 untuk setuju (S), 3 untuk ragu-ragu (R), 4 untuk tidak setuju (TS), dan
5 untuk sangat tidak setuju (STS). Beberapa peneliti menghilangkan option
“Ragu-ragu” dalam instrument penelitian untuk memudahkan peneliti melihat sikap
siswa sesungguhnya sesuai angket yang responden isikan.
2. Skala Guttman
Yaitu skala
yang menginginkan tipe jawaban tegas, seperti jawaban benar - salah, ya -
tidak, pernah - tidak pernah, positif - negative, tinggi - rendah, baik -
buruk, dan seterusnya. Pada skala Guttman, hanya ada dua interval, yaitu setuju
dan tidak setuju.
Skala Guttman dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda maupun daftar checklist.
Untuk jawaban positif seperti benar, ya, tinggi, baik, dan semacamnya diberi
skor 1; sedangkan untuk jawaban negative seperti salah, tidak, rendah, buruk,
dan semacamnya diberi skor 0.
3. Semantik Differensial
Skala diferensial yaitu skala untuk mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan
pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontinum di
mana jawaban yang sangat positif terletak dibagian kanan garis, dan jawaban
yang sangat negative terletak dibagian kiri garis, atau sebaliknya.
Data yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala semantic differential
adalah data interval. Skala bentuk ini biasanya digunakan untuk mengukur sikap
atau karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang.
4. Rating Scale
Data-data
skala yang diperoleh melalui tiga macam skala yang dikemukakan di atas adalah
data kualitatif yang dikuantitatifkan. Berbeda dengan rating scale, data yang
diperoleh adalah data kuantitatif (angka) yang kemudian ditafsirkan dalam
pengertian kualitatif. Seperti halnya skala lainnya, dalam rating scale
responden akan memilih salah satu jawaban kuantitatif yang telah disediakan.
Rating scale lebih fleksibel, tidak saja untuk mengukur sikap tetapi dapat juga
digunakan untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lingkungan,
seperti skala untuk mengukur status sosial, ekonomi, pengetahuan, kemampuan,
dan lain-lain. Dalam rating scale, yang paling penting adalah kemampuan
menterjemahkan alternative jawaban yang dipilih responden. Misalnya responden
memilih jawaban angka 3, tetapi angka 3 oleh orang tertentu belum tentu sama
dengan angka 3bagi orang lain yang juga memiliki jawaban angka 3.
5. Skala Thurstone
Skala Thurstone adalah skala yang disusun dengan memilih butir yang
berbentuk skala interval. Setiap butir memiliki kunci skor dan jika diurut,
kunci skor menghasilkan nilai yang berjarak sama. Skala Thurstone dibuat dalam
bentuk sejumlah (40-50) pernyataan yang relevan dengan variable yang hendak
diukur kemudian sejumlah ahli (20-40) orang menilai relevansi pernyataan itu
dengan konten atau konstruk yang hendak diukur.
DAFTAR
PUSTAKA
- Al-Rasyid, H. Teknik Penarikan
Sampel dan Penyusunan Skala. Pascasarjana UNPAD, Bandung, 1994.
- Bambang Kustituanto & Rudi
Badrudin. 1994. Statistika 1 (Deskriptif), Penerbit GUNADARMA.
- Moh. Nazir, Ph.D. Metode
Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.
- Riduan, Dasar-dasar Statistika,
Penerbit ALFABETA Bandung, 2005.
- Sugiono, Prof. Dr. 2004.
Statistika Nonparametrik Untuk Penelitian, Penerbit CV ALFABETA, Bandung.